HUT RI ke-80 Tanpa Merah Putih: Warga Desa Sungai Ara Kecewa, Desak Bupati Evaluasi Kades Haryono

Sabtu, 23 Agustus 2025 | 10:58:23 WIB
Pemuda sungai Ara dan di belakang kantor desa sungai Ara

Sungai Ara, Pelalawan (mataandalas) — Suasana 17 Agustus di Desa Sungai Ara, Kecamatan Pelalawan, terasa berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada derap langkah pasukan pengibar bendera, tidak ada kibaran Merah Putih setinggi langit, dan tidak ada gema lagu kebangsaan menggema di lapangan desa.

Tradisi peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia yang selama puluhan tahun menjadi momen kebanggaan warga, tahun ini hilang, terasa hampa dan sepi.

Kepala Desa Sungai Ara, Haryono, disebut-sebut gagal menghadirkan semangat kebangsaan di tengah-tengah warganya. Tanpa penjelasan, tanpa pemberitahuan, tanpa peringatan, desa seolah dibiarkan larut dalam diam.

Tidak sedikit tokoh masyarakat yang tidak mampu menyembunyikan kekecewaannya, salah satunya adalah Abdullah.

“Sejak saya kecil, setiap 17 Agustus desa ini selalu meriah. Ada upacara bendera, lomba-lomba, dan suasana kebersamaan. Tapi tahun ini? Sepi. Sunyi. Hilang sudah tradisi itu. Saya merasa sedih dan kecewa. Bukan hanya simbol Merah Putih yang tak berkibar, tapi jiwa desa ini seperti mati,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Abdullah menambahkan, seharusnya seorang kepala desa yang menjadi pengayom dan pemimpin bisa dan mampu menghimpun masyarakat dalam kebersamaan merayakan Kemerdekaan.

“Seorang pemimpin itu ada untuk menyatukan, bukan meleburkan semangat warganya. Haryono seolah kehilangan kompas moralnya. Kami hanya bisa bertanya-tanya: di mana tanggung jawabnya terhadap rakyat?”

Yang lebih menyayat hati, upacara peringatan HUT RI tahun ini justru hanya digelar oleh pihak sekolah. Sementara pemerintah desa, yang biasanya menjadi motor penggerak, memilih bungkam dan tidak mengambil inisiatif.

Tokoh masyarakat Abdullah, mendesak Bupati Pelalawan, H. Zukri, untuk segera mengevaluasi kinerja Kepala Desa Sungai Ara.

“Kami berharap Bupati turun tangan. Jangan biarkan desa ini terus kehilangan arah. Selain masalah dana desa, sekarang semangat kebangsaan kami pun seperti dipadamkan. Kami minta ada tindakan tegas, demi mengembalikan martabat dan kebersamaan masyarakat,” ujarnya.
“Kami tidak ingin anak cucu kami tumbuh tanpa mengenal makna 17 Agustus. Jangan sampai semangat Merah Putih padam karena kelalaian seorang pemimpin,” pungkas Meto penuh harap.

Selain itu, ada juga tokoh muda desa sekaligus Wakil Ketua Pemuda Sungai Ara, Meto Andikan, menumpahkan isi hati kekesalannya.

“Generasi kami seperti dikebiri. Kami tumbuh dengan semangat nasionalisme, dengan kebanggaan setiap kali bendera Merah Putih berkibar. Tapi tahun ini semua itu hilang. Bukankah kepala desa seharusnya berada paling depan memimpin perayaan kemerdekaan? Sekarang kami merasa dibungkam, tradisi dinodai, dan kepemimpinan di desa ini runtuh,” tegasnya.

Warga desa menilai hilangnya perayaan ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan bentuk nyata dari ketidakpedulian pemimpin terhadap sejarah dan semangat kebangsaan.

Sejarah mencatat, para pejuang kemerdekaan rela berdarah-darah untuk mempersembahkan Indonesia yang merdeka. Mereka berkorban jiwa dan raga agar generasi kini bisa mengibarkan Merah Putih dengan kepala tegak. Namun di Desa Sungai Ara, momen suci itu justru luput.

“Mereka bertaruh nyawa demi bendera ini bisa berkibar. Tapi sekarang, pemimpin kami sendiri seperti lupa arti kemerdekaan. Kami merasa terkhianati,” ungkap salah satu warga dengan nada getir.

Situasi ini semakin memanaskan suasana desa yang sebelumnya sudah diwarnai polemik dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kades Haryono terkait dana “fee” program Tanaman Kehidupan. Kini, kekecewaan warga semakin menumpuk. Bagi mereka, hilangnya perayaan kemerdekaan adalah tamparan keras terhadap martabat dan kebanggaan masyarakat.

Sementara itu, media Mataandalas telah mencoba melakukan konfirmasi kepada Kepala Desa Sungai Ara, Haryono, terkait hilangnya perayaan HUT RI tahun ini. Namun, hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi.

Kini, Desa Sungai Ara seakan berjalan tanpa arah. Merah Putih tak lagi berkibar di tanah sendiri. Dan warga hanya bisa bertanya-tanya: ke mana hilangnya kepemimpinan yang seharusnya menjaga api semangat kemerdekaan tetap menyala?***

Terkini