I‘jaz al-Qur’an: Keajaiban Bahasa yang Menantang Akal dan Pena

Senin, 10 November 2025 | 13:46:19 WIB
Muhammad Ikhwan Rasyada Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Pendahuluan, Ketika membaca Al-Qur’an, kita umumnya menaruh perhatian pada isi pesannya: nilai moral, kisah para nabi, dan petunjuk hidup. Namun, terdapat sisi lain yang tak kalah penting, yakni bagaimana pesan itu disampaikan. Pemilihan kata, susunan kalimat, ritme, dan keseimbangan antara lafaz dan makna dalam Al-Qur’an membentuk suatu keindahan bahasa yang tidak ditemukan dalam karya bahasa manusia. Inilah yang dikenal sebagai i‘jaz al-Qur’an, yaitu keajaiban dan ketidaktertandingan Al-Qur’an dari aspek kebahasaannya.

Pertanyaannya, apa yang membuat bahasa Al-Qur’an sedemikian unik? Bagaimana ia mampu “menantang akal dan pena” manusia? Serta bagaimana cara kita, sebagai generasi modern, memahami keajaiban tersebut dengan lebih utuh?

Pengertian I‘j?z Bahasa dalam Al-Qur’an

Secara etimologis, i‘jaz berasal dari kata ‘ajaza yang berarti “tidak mampu”. Dalam konteks Al-Qur’an, istilah ini menunjukkan ketidakmampuan manusia untuk menghasilkan tuturan yang sepadan dengan Al-Qur’an. Menurut ‘Abd al-Qahir al-Jurjani dalam Dala’il al-I‘jaz, keajaiban Al-Qur’an tidak hanya terletak pada makna-maknanya, tetapi juga pada keindahan hubungan antara lafaz dan makna, termasuk struktur kalimat dan gaya penyampaiannya.

Bahasa yang Menantang Akal dan Pena

Bentuk Sastra yang Tidak Dapat Diklasifikasikan

Sastra Arab pra-Islam terbagi ke dalam dua bentuk utama: puisi dengan pola ritme dan rima yang baku, serta prosa bebas tanpa aturan musikal. Al-Qur’an hadir dengan gaya yang tidak sepenuhnya termasuk puisi, namun juga tidak sama dengan prosa biasa. Banyak ahli menyebutnya sebagai a unique fusion—suatu bentuk baru yang memadukan keindahan ritmis, kekuatan makna, dan keluwesan struktur.

Gaya baru ini menyebabkan para penyair dan ahli bahasa Arab yang paling terlatih sekalipun tidak mampu menirunya. Hal ini menjadi salah satu bukti utama i‘jaz Al-Qur’an.

Pilihan Kata dan Struktur Kalimat yang Tepat dan Berlapis Makna

Bahasa Al-Qur’an menggunakan kosakata yang dikenal orang Arab, tetapi menggabungkannya dalam susunan yang tidak lazim untuk masa itu. Fenomena seperti perpindahan sudut pandang, penempatan subjek-objek yang tidak biasa, penggunaan huruf untuk efek bunyi, hingga pengurangan kata yang justru memperluas makna, semuanya menunjukkan kecermatan bahasa yang sulit dicapai manusia.

Susunan kata yang sederhana namun menghasilkan makna bertingkat-tingkat menunjukkan batas kemampuan nalar manusia dalam menandinginya.

Tantangan Terbuka

Al-Qur’an sendiri mengeluarkan tantangan kepada manusia agar membuat satu surah saja yang sebanding dengannya (QS. Al-Baqarah: 23). Hingga kini, tidak ada karya yang secara ilmiah diakui sepadan dengannya dalam hal kebahasaan, struktur, dan kedalaman pesan.

Relevansi I‘jaz Bahasa Al-Qur’an di Era Modern

Menghargai Bahasa Asli

Terjemahan hanya mampu menyampaikan makna dasar, tetapi tidak dapat memindahkan ritme, rima, keseimbangan, dan keindahan yang ada dalam teks Arab. Kesadaran ini penting agar pembacaan kita tidak berhenti dalam bentuk “membaca makna”, melainkan juga mengapresiasi keindahan aslinya.

Tantangan Globalisasi dan Kemudahan Akses Teks

Untuk merasakan keindahan bahasa Al-Qur’an secara utuh, pembacaan bertahap sangat diperlukan: mulai dari terjemahan, dilanjutkan dengan tafsir, hingga mendengarkan atau membaca teks Arab dengan tartil.

Dampak Spiritual dan Intelektual

Pemahaman i‘jaz tidak hanya memperluas wawasan, tetapi juga membentuk sikap batin. Ia mengajak pembaca mendekati Al-Qur’an dengan kekhusyukan dan kesadaran, bukan sekadar membaca dan mengulang.

Kesimpulan

Bahasa Al-Qur’an merupakan keajaiban yang tidak hanya menyampaikan pesan moral dan spiritual, tetapi juga menunjukkan keindahan dan kekuatan struktur bahasa yang melampaui kemampuan manusia. Konsep i‘jaz mengajak kita melihat Al-Qur’an bukan hanya sebagai pedoman hidup, tetapi juga sebagai karya ilahi yang memiliki keunikan estetik.

Di era modern, tantangannya bukan pada terbatasnya akses teks, melainkan bagaimana kita menghargai bahasa Al-Qur’an secara utuh. Membaca Al-Qur’an seharusnya menjadi sebuah dialog batin: kita tidak hanya memahami “apa yang dikatakan”, tetapi juga meresapi “bagaimana ia dikatakan”. Dari sinilah keajaiban bahasa itu dapat membentuk kesadaran dan transformasi dalam diri.

Referensi

Meraj, Ahmad Meraj. “Literary Miracle of the Qur’an.” International Journal of Humanities & Social Science Studies, Vol. III, Issue III, 2016.

Sulaiman. “I‘jaz Al-Qur'an Ditinjau dari Aspek Ilmu Bahasa.” Al-Mu’ashirah, Vol. 18, No. 2, 2021.

Thonthowi, dkk. “I'jaz Al-Qur’an in Linguistic Perspective and its Impact on the Readers.” Insyirah, Vol. 7, No. 1, 2024.

Idris Siregar, dkk. “Ijaz Al-Qur’an dalam Pandangan Muktazilah.” Intellektika, Vol. 2, No. 4, 2024.
 

Terkini