HIMAJA Pelalawan Riau Kritisi Presentasi Gubernur Jambi pada Monev KIP 2025

Kamis, 20 November 2025 | 10:47:15 WIB

RIAU (Mataandalas) – Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Jambi (HIMAJA) Pelalawan Riau, Fajar Nugraha, memberikan tanggapan kritis terhadap pemaparan Gubernur Jambi, Al Haris, dalam Presentasi Uji Publik Monitoring dan Evaluasi (Monev) Keterbukaan Informasi Publik 2025 yang digelar Komisi Informasi Pusat di Jakarta (18/11/25).

Dalam rilisnya, Fajar menilai apa yang disampaikan Gubernur Al Haris memang terlihat komprehensif, namun masih menyisakan banyak pertanyaan besar mengenai realisasi di lapangan.

“Keterbukaan informasi itu bukan soal slide presentasi yang rapi, tetapi soal realitas yang dirasakan masyarakat. Kita mendengar banyak capaian, tapi masyarakat masih bertanya: apakah pelayanan informasinya benar-benar terbuka? Apakah akses internet desa sudah berjalan optimal? Apakah OPD benar-benar responsif atau hanya terlihat informatif di atas kertas?”jelas Fajar, Kamis (19/11/2025)

Masih kata mahasiswa ITP2I Pelalawan ini, peringkat ke-9 Indeks Demokrasi Indonesia yang dibanggakan Gubernur Jambi tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi pelayanan informasi yang ideal. Menurutnya, masih terdapat keluhan masyarakat terkait lambatnya respon PPID, sulitnya memperoleh dokumen publik, serta kurangnya konsistensi data yang disajikan OPD.

“Kami masih menerima laporan masyarakat yang kesulitan mendapatkan informasi dasar, termasuk informasi anggaran dan program. Jadi angka pencapaian tidak boleh membuat pemerintah merasa selesai. Masih banyak pekerjaan rumah,” kritik Fajar.

Program internet desa yang dipaparkan Al Harris sebagai keberhasilan besar. Menurut Fajar, banyak desa yang mengaku jaringan tidak stabil, perangkat tidak dirawat, bahkan ada yang internetnya hanya menyala pada awal pemasangan.

“Internet desa itu bagus, tetapi jangan mengklaim sukses jika di lapangan masih banyak titik yang mati. Infrastruktur digital tidak bisa sekadar dipasang—harus dipastikan berjalan. Jangan sampai publik hanya disuguhi angka yang indah,” tambahnya.

Terkait anggaran Rp. 1,9 miliar untuk penyelenggaraan pelayanan sengketa informasi, Fajar menilai pemerintah perlu lebih transparan dalam mempublikasikan pemanfaatannya.

“Kalau bicara keterbukaan, mestinya detail anggaran untuk Komisi Informasi dipublikasikan secara berkala. Masyarakat harus tahu alokasi dan serapan anggarannya. Transparansi itu tidak cukup diumumkan sekali dalam presentasi,” tegasnya.

Penyelesaian 53 sengketa informasi dari 2023–2025 juga tidak serta-merta dianggap sebagai prestasi menurut Fajar. Ia menekankan bahwa tingginya sengketa justru menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam pola pelayanan informasi OPD.

"Kalau sengketa banyak, itu tandanya pelayanan informasinya bermasalah. Penyelesaian sengketa penting, tetapi yang lebih penting adalah mencegah sengketa terjadi. Jangan bangga menyelesaikan kasus, sementara penyebabnya tidak dibenahi,” sindirnya.

Fajar juga mempertanyakan mengapa instruksi tegas baru muncul menjelang Monev KIP 2025.

“Instruksi tegas itu harusnya bukan menjelang penilaian. Mestinya diberikan sejak awal tahun, bahkan sejak pertama menjabat. Jangan sampai kesannya pemerintah baru bergerak karena mau dinilai,”

 tutur Fajar.

Aktivis KAMMI Riau ini mengingatkan tentang pentingny moral bagi pejabat Pemerintah Provinsi Jambi agar tidak menjadikan keterbukaan informasi sebagai kosmetik birokrasi atau pencitraan.

“Keterbukaan informasi adalah hak rakyat, bukan bahan kampanye. Kami akan terus mengawasi. HIMAJA berdiri di sisi publik, bukan di sisi kekuasaan. Kami harap Pemprov Jambi tidak hanya mengejar predikat informatif, tetapi sungguh-sungguh membangun pemerintahan yang jujur, transparan, dan bertanggung jawab.”pungkasnya***

Terkini