Pangkalan Kerinci, (Mataandalas) —
Gelombang aspirasi rakyat kembali menggema di Bumi Lancang Kuning. Setelah sekian lama menanti kepastian hukum atas lahan yang menjadi hak masyarakat kecamatan Pelalawan. Poros Masyarakat Pelalawan Bersatu (PMPB) kini bersiap menggelar aksi damai pada Kamis hingga Sabtu, 16–18 Oktober 2025, di halaman Kantor Bupati Pelalawan, Kantor DPRD Pelalawan dan Kantor Kejaksaan Pelalawan.
Rencana aksi itu telah disampaikan secara resmi melalui surat pemberitahuan bernomor 003/PMPB/X/2025 kepada Kapolres Pelalawan, tertanggal Senin (13/10/2025). Dalam surat tersebut. PMPB menegaskan bahwa gerakan ini lahir dari kegelisahan rakyat yang sudah terlalu lama menanti kejelasan terkait dugaan kelebihan HGU dan praktik mafia tanah yang melibatkan PT Adei Plantation and Industry seluas 380 hektar.
Laporan atas dugaan penyimpangan itu sebenarnya telah disampaikan sejak Oktober 2024 oleh tokoh masyarakat Tengku Mahruddin kepada Kejaksaan Negeri Pelalawan. Namun hingga kini, tak kunjung ada kepastian hukum. Waktu bergulir, keadilan seakan berjalan di tempat. Di tengah kekecewaan itulah, PMPB lahir sebagai wadah bersama untuk menghidupkan kembali suara rakyat yang nyaris padam oleh diamnya kebijakan.
Dalam rencana aksinya, sekitar 250 peserta dari berbagai lapisan masyarakat Kecamatan Pelalawan akan turun dengan tertib dan damai, membawa spanduk dan suara yang sama, tanah untuk rakyat, keadilan untuk semua.
Koordinator Lapangan, Liaz, menegaskan bahwa langkah ini bukan perlawanan, melainkan panggilan nurani rakyat untuk menuntut keadilan dan keterbukaan.
“Kami tidak ingin konflik, kami ingin keadilan. Negara seharusnya hadir dan berpihak kepada rakyat, bukan membiarkan masyarakat berjalan sendiri memperjuangkan haknya,”
ujar Liaz, usai menyerahkan surat pemberitahuan aksi ke pihak kepolisian.
Dalam surat resmi PMPB, terdapat lima poin tuntutan utama, yakni; Mendesak Bupati Pelalawan mencabut SK Nomor KPTS 525/DISHUTBUN-PPP/2015/540 tentang penetapan nama-nama petani kemitraan Kelompok Tani Pelalawan Sejahtera dengan PT Adei Plantation.
Membubarkan Kelompok Tani Pelalawan Sejahtera, yang dianggap tak lagi mewakili masyarakat pemilik hak.
Menuntut kejelasan status lahan 380 hektar yang hingga kini belum diterima masyarakat penerima manfaat.
Meminta keterbukaan informasi publik mengenai proses pembagian lahan dan hasil verifikasi penerima.
Mendorong pembentukan tim independen lintas lembaga, melibatkan Pemkab, DPRD, dan masyarakat sipil untuk mengusut tuntas dugaan praktik mafia tanah serta menelusuri keterlibatan oknum pejabat.
Melalui pernyataannya, PMPB menyerukan agar Pemerintah Kabupaten Pelalawan tidak menutup mata atas keresahan masyarakat dan segera membuka ruang dialog sebelum aksi digelar.
“Kami datang bukan untuk mencaci, bukan pula untuk menantang,” tutur Liaz dengan suara bergetar menahan emosi. “Kami datang karena cinta pada negeri ini, karena kami ingin keadilan tumbuh di tanah tempat kami berpijak.”
Sebagai penutup, Liaz menyampaikan pesan yang menggugah hati, “Kami hanya rakyat kecil yang ingin hidup dari tanah kami sendiri. Jangan biarkan kami menjadi tamu di kampung halaman sendiri. Jika keadilan masih punya tempat di hati pemerintah, maka bukalah mata dan telinga untuk suara kami. Karena kami datang bukan membawa amarah, tapi membawa harapan agar marwah rakyat Pelalawan kembali dijunjung di negeri sendiri.”***